.....WElcO00ooommeee.....
...Silahkaaan,,,, tengok-tengok dulu,,, jangan lupa commentnya yaaach

Senin, 27 Juli 2009

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS - HUKUM DAGANG UNTUK ELEKTRONIK INTERNET

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Semakin konvergennya (keterpaduan) perkembangan Teknologi Informasi dan Telekomunikasi dewasa ini, telah mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka jasa-jasa (features) fasilitas telekomunikasi yang ada, serta semakin canggihnya produk-produk teknologi informasi yang mampu mengintegrasikan semua media informasi. Di tengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global communication network) dengan semakin populernya Internet seakan telah membuat dunia semakin menciut (shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas Negara berikut kedaulatan dan tatananan masyarakatnya. Ironisnya, dinamika masyarakat Indonesia yang masih baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat industri dan masyarakat Informasi, seolah masih tampak prematur untuk mengiringi perkembangan teknologi tersebut. (Group Riset UI, 1999: 1). Komputer sebagai alat Bantu manusia dengan didukung perkembangan teknologi informasi telah membantu akses ke dalam jaringan public (public network) dalam melakukan pemindahan data dan informasi. Dengan kemampuan komputer dan akses yang semakin berkembang maka transaksi perdagangan pun dilakukan di dalam jaringan komunikasi tersebut. Jaringan public mempunyai keunggulan dibandingkan dengan jaringan privat dengan adanya efisiensi biaya dan waktu. Hal ini membuat perdagangan dengan transaksi elektronik (Electronic Commerce) menjadi pilihan bagi para pelaku bisnis untuk melancarkan transaksi perdagangannya karena sifat jaringan public yang mudah untuk diakses oleh setiap orang ataupun perusahaan.

Sementara itu pola dinamika masyarakat Indonesia khususnya pemerintah sebagai lembaga yang mempunyai otoritas membuat regulasi akan masih bergerak tak beraturan ditengah keinginan untuk mereformasi semua bidang kehidupannya dua ketimbang suatu pemikiran yang handal untuk merumuskan suatu kebijakan ataupun pengaturan yang tepat untuk itu.Meskipun masyarakat telah banyak menggunakan produk-produk teknologi informasi dan jasa telekomunikasi dalam kehidupannya khususnya dalam perdagangan, tetapi bangsa Indonesia secara garis besar masih merabaraba dalam mencari suatu kebijakan public atau regulasi dalam membangun suatuinfrastruktur yang handal (National Information Infrastructure) dalam menghadapi infrastruktur informasi global (Global Information Infrastructure) Nusantara (21, 1999: 61). Beberapa pembahasan tentang telematika dan cyberlaw telah banyak dibahas, namun demikian RUU tentang Informasi elektronik dan transaksi elektronik belum disahkan sebagai hukum positif bagi aspek hukum transaksi elektronik dalam hokum perdagangan di Indonesia . Dari uraian di atas memunculkan permasalahan hukum dalam perdagangan

yaitu : “ Bagaimanakah aspek hukum perjanjian transaksi electronik (Electronic Commerce) dalam hukum perdagangan di Indonesia ? ”

B. BATASAN MASALAH

Penelitian ini lebih berfokus pada penelitian kepustakaan yaitu dilakukan melalui data tertulis dengan membuat referensi secara obyektif dan sistematis dengan mengidentifikasikan karakteristik yang khas dari data-data yang ada, serta penelusuran data melalui browsing dan internet. Dikarenakan belum adanya aturan perundangan (hukum positif) yang mengatur transaksi perdagangan dengan model transaksi elektronik (electronic commerce) tersebut maka dalam pembahasan tersebut penulis membatasi pada beberapa aspek hukum dalam perdagangan di Indonesia yaitu dengan menggunakan perspektif hukum perjanjian yang berlaku termasuk juga dari KUHPerdata yang menjadi dasar atau sumber dari perikatan untuk adanya kesepakatan melakukan transaksi perdagangan yang selama ini telah digunakan sebagai dasar dari transaksi perdagangan konvensional .

Aspek hukum Perjanjian tersebut adalah :

  1. Perjanjian dalam perdagangan.
  2. Legalitas Perjanjian perdagangan.



BAB II

PEMBAHASAN

A. Perjanjian dalam Perdagangan

Pada dasarnya prinsip-prinsip atau kaidah yang fundamental dalam perdagangan internasional mengacu pada 2 prinsip kebebasan walaupun tidak semua ahli hukum internasional sepakat tentang hal ini namun kedua prinsip kebebasan ini merupakan hasil perkembangan yang telah berlangsung berabad abad. Karena itu pula prinsip kebebasan yang telah berkembang lama ini disebut juga sebagai prinsip klasik hukum ekonomi internasional. Ada beberpa prinsip dasar, yaitu

1. “Freedom of Commerce” (prinsip kebebasan berniaga).

Hal ini diartikan luas dari sekedar kebebasan berdagang (Freedom of Trade). Niaga disini mencakup segala kegiatan yang berkaitan dengan perekonomian dan perdagangan. Jadi setiap Negara memiliki kebebasan untuk berdagang dengan pihak atau negara manapun di dunia.

2. “Freedom of Communication” (kebebasan berkomunikasi)

Bahwa setiap negara memiliki kebebasan untuk memasuki wilayah negara lain, baik melalui darat atau laut untuk melakukan transaksi perdagangan internasional ( Huala Adolf, 1997: 26).

Masalah mengenai kaidah-kaidah fundamental sebagian besarnya didasarkan pada perjanjian-perjanjian dan juga sebagian lain pada hukum kebiasaan internasional. Karena itu pula sepanjang perjanjian perjanjian tersebut sifatnya tidak begitu universal, sangatlah sedikit norma-norma khusus hukum perdagangan internasional yang dianggap sebagai "fundamental". Kesulitan dalam menetapkan atau menyatakan karateristik kaidah-kaidah hukum ekonomi internasional ini sebagai "fundamental" juga berasal dari karakteristik disiplin hokum ekonomi internasional itu. Yakni begitu luasnya perbedaan-perbedaan sistem ekonomi nasional. Sistem hukum Indonesia tentang perjanjian diatur dalam pasal-pasal buku III BW tentang perikatan.

Media elektronik di dalam tulisan ini untuk sementara hanya difokuskan dalam hal penggunaan media internet, mengingat penggunaan media internet yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak orang, Selain merupakan hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Begitu pula perlu digaris bawahi, dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka kemungkinan adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam ecommerce. Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet :

1. Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread network), layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat dan kemudahan akses.

2. Menggunakan elektronik data sebagai media penyampaian pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.

Dari apa yang telah diuraikan di atas, dengan kata lain; di dalam transaksi elektronik (electronic commerce), para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan/perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik (public network) yang dalam perkembangan terakhir menggunakan media internet. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa E-commerce yang dilakukan dengan koneksi ke internet adalah merupakan bentuk transaksi beresiko tinggi yang dilakukan di media yang tidak aman. Kelemahan yang dimiliki oleh internet sebagai jaringan public yang tidak aman tersebut telah dapat diminimalisasi dengan adanya penerapan teknologi penyandian informasi (Crypthography). Electronic data transmission dalam transaksi elektronik (commerce) disekuritisasi dengan melakukan proses enkripsi (dengan rumus algoritma) sehingga menjadi cipher/locked data yang hanya bias dibaca/dibuka dengan melakukan proses reversal yaitu proses dekripsi sebelumnya yang telah banyak diterapkan dengan adanya sistem sekuriti seperti SSL, Firewall. Perlu diperhatikan bahwa, kelemahan hakiki dari open network yang telah dikemukakan tersebut semestinya dapat diantisipasi atau diminimalisasi dengan adanya system pengamanan jaringan yang juga menggunakan kriptografi terhadap data dengan menggunakan sistem pengamanan dengan Digital Signature (Arianto Mukti Wibowo,1998). Digital Signature selain sebagai system tekhnologi pengamanan berfungsi pula sebagai suatu prosedur tekhnis untuk melakukan kesepakatan dalam transaksi elektronik atau standart prosedur suatu perjanjian dalam transaksi elektronik , dari proses penawaran hingga kesepakatan yang di buat para pihak (Group Riset FIKom.UI,1999: 3).

B. Legalitas Perjanjian Perdagangan

Dalam perspektif hukum, suatu perikatan adalah suatu hubungan hokum antara subyek hukum antara dua pihak, berdasarkan mana satu pihak berkewajibanatas suatu prestasi sedangkan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut. Karena perjanjian sebagai sumber perikatan maka sahnya perjanjian menjadi sangat penting bagi para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan. Menurut pasal 1320 KUHPerdata sahnya suatu perjanjian meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif ( Subekti, 1996: 1). syarat subyektif adalah :

  1. Kesepakatan
  2. Kecakapan (bersikap tindak dalam hukum) untuk membuat suatu perikatan.

Sedangkan syarat obyektif, adalah :

  1. Suatu hal yang tertentu (obyeknya harus jelas),
  2. Merupakan suatu kausa yang halal (tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum).

Syarat sahnya perjanjian kesepakatan antara para pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian atau perikatan. Kesepakatan inilah yang menjadikan perbuatan tersebut dapat dilaksanakan kedua belah pihak tanpa adanya paksaan dan kewajiban yang mutlak setelah perjanjian ini disepakati, sehingga ini akan melahirkan sebuah konsekuensi hukum bagi keduanya untuk mentaati dan melaksanakannya dengan sukarela. Berkaitan dengan perikatan yang lahir berdasarkan perjanjian, J.Satrio mengatakan bahwa perjanjian adalah sekelompok/sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan, sehingga apabila salah satu pihak dengan sengaja atau terbukti sengaja melakukan hal-hal yang merugikan pihak lain, dapat diupayakan hukum untuk meminta pihak yang bersangkutan ( J Satrio, 1995: 6).

Perjanjian alam transaksi elektronik (electronic commerce) sebenarnya tidak berbeda hanya saja perjanjian tersebut dilakukan melalui media elektronik, syarat sahnya perjanjian pun dilakukan dengan proses penawaran hingga terjadi kesepakatan. Hanya tanda tangan “ tinta basah” yang selama ini digunakan dalam menandai telah adanya kesepakatan para pihak dalam perdagangan konvensional diganti dengan tanda tangan digital atau digital signature, yaitu suatu prosedur tekhnis untuk menjamin bahwa para pihak tidak bisa “mengingkari keberadaannya” sebagai subyek hukum dalam perjanjiaan transaksi elektronik. artinya fungsi digital signature tersebut dapat menjadi dasar sahnya suatu perjanjian yang merupakan sumber perikatan bagi para pihak, walaupun secara fisik para pihak tidak bertemu muka (mukti Fajar ND, 2001: 66).

Electronic commerce seperti yang dikutip dari pesan presiden William.J.Clinton dalam pidato pengantar tentang A Framework for Global Electronic Commerce bagi para pengguna Internet tertanggal 1 Juli 1997, sebagian berbunyi : “….One of the most significant uses of the internet is in the world of commerce .Already it is possible to buy books and clothing, to obtain business advice ,,to purchase everything from gardening tools to high-tech telecommunication equipment over the internet…”. ”Goverments can have a profound effect on the growthof electronic commerce . By their actions, they can facilitate electronic trade or inhibit it. Goverment officials should respect the unique nature of the medium and recognize that widespread commposition and increased consumer choice should be the defining features of the new digital marketplace. They should adopt a market approach to electronic commerce that fasilitates the emergence of a global, transparent, and predictable , legal envirounment to support business and commerce.” (William J Clinton).

Pesan Presiden Clinton di atas sedikit banyak menekankan pada suatu bentuk baru perdagangan global yang menggunakan tekhnologi tinggi , dimana hal ini perlu didukung oleh pemerintah dengan mengajak bersama para pengguna electronic commerce membuat suatu kesepakatan tentang sebuah tatanan kerjasama yang baru dalam electronic commerce (A Framework for Global Electronic Commerce). Karena kegiatan Electronic Commerce yang diatur dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce 1996 (adalah salah satu produk dari UNCITRAL) maka, sekiranya tersebut, UNCITRAL Model Law on 5 Electronic Commerce 1996 dapat digunakan sebagai "pegangan" atau kepastian dalam transaksi perdagangan internasional di Electronic Commerce. Beberapa hal yang perlu digaris bawahi tentang UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce 1996 seperti yang dikutip dari US Framework for Global Electronic Commerce 1997 adalah “ Internationlly, the United Nations Commision on International Trade Law ( UNCITRAL ) , has completed work on a model law that supports the commercial used of internatonal contracts in electronic commerce . This model law establishes rules and norms that validate and recognize contract fromed through electronic means , sets default rules for contract formation and governance of electronic contract performance, defines the characteristicof a valid electronic writing and an original document ,provides far the acceptability of electronic signatures for legal and commercial purposes and support the admission of computer evidence in court and arbitration proceedings“ (UNCITRAL Model Law EC, 1996: 3).

Dari uraian kutipan tersebut terdapat penekanan pada validity and recoqnition of electronic contract performance ( keabsahan serta pengakuan terhadap bentuk kontrak elektronis ) dimana dapat diambil beberapa issues (Richard Hill and Ian Walden, 1996: 1), yaitu : a. “Writing required” (tulisan yang dikehendaki atau dibutuhkan); b. “Signature required” ( tanda tangan yang dikehendaki )

a) Bentuk tulisan

Bentuk tulisan menurut pasal 5 dalam model hukum, secara eksplisit memberikan nilai legal yang sama kepada transmisi elektronik seperti halnya bentuk tertulis:( Richard Hill and Ian Walden, 1996: 6). "(1) Where a rule of law requires information to be in writing or to be presented in writing, or provides for certain consequences if it is not, a data message satisfies that rule if the information contained therein is accessible so as to be usable for subsequent reference." Penyamaan nilai legal antara transmisi elektronik dengan bentuk tertulis ini dimaksudkan untuk mempermudah posisi transmisi ini sehingga dapat digunakan sebagai evidence nyata dalam pembuktian dan sebagai salah satu pendekatan yang relative paling mudah sebagai solusi yang ditawarkan.

b) Tanda tangan

Tanda tangan dalam model hukum secara eksplisit memberikan solusi teknis yang pas dan sama nilai legalnya dengan tandatangan tradisional, yang dalam maksud-maksud tertentu para pihak bias menyetujuinya jika mereka mau. Teknologi tandatangan elektronik masa depan ini dapat diperkenalkan sebagai teknologi yang cocok, tanpa harus mengubah undang-undang. Ketentuanketentuan pasal 7 dalam model hokum berhubungan erat dengan praktik yang sedang berlangsung (Richard Hill and Ian Walden, 1996:7). Article 7. Signature (1) Where the law requires a signature of a person, that requirement is met in relation to a data message if:

a) a method is used to identify that person and to indicate that person's approval of the information contained in the data message

b) that method is as reliable as was appropriate for the purpose for which the data message was generated or communicated, in the light of all the circumstances, including any relevant agreement.

Selain itu tekhnologi digital signaturetersebut mampu menjamin keutuhan isi data (dokument) perjanjian transaksi perdagangan, sehingga masing-masing pihak tidak bias mengingkari isi perjanjian yang telah disepakati, karena teknologi tersebut mempunyai beberapa sifat : (Arianto Mukti Wibowo, et. All., :1)

1. Authenticity (Ensured) : menunjukan asal muasalnya data

2. Integrity : menjamin keutuhan data yang dikirim

3. Non-Repudiation : tidak dapat disangkal siapa pengirim data tersebut

4. Confidentiality : menjamin kerahasiaan data dari pihak lain.

Sehubungan dengan tekhnologi digital signature yang mempunyai sifat tersebut di atas maka secara hukum dapat dianalogikan bahwa perjanjian yang dibuat melalui media elektronik adalah sah adanya sebab sumber perikatannya sebagaimana perjanjian yang dibuat secara konvensional. 6

KESIMPULAN

  1. Bahwa aspek hukum perjanjian perdagangan dalam transaksi elektronik (Electronic Commerce) dapat diterapkan atau diadopsi dalam peraturan perundangundangan yang berlaku (hukum positip) dengan mengacu pada kaidah-kaidah hukum perdagangan yaitu dengan menggunakan asas konsensualitas dimana kesepakatan sebagai suatu hal yang menjadi dasar adanya perikatan dalam perjanjian perdagangan artinya apa yang telah disepakati oleh para pihak dalam perdagangan dengan model transaksi elektronik (electronik commerce) menjadi hukum dan mengikat bagi para pihak walaupun belum secara konkrit diatur oleh undang undang

  1. Bahwa kepastian atas subjek dan objek perdagangan menjadi hal yang diharapkan terkait dengan segala aspek hukumnya, khususnyanya mengenai legalitas dari suatu perjanjian perdangangan menjadi prosedur resmi adanya formalitas kesepakatan suatu perikatan. Karena transaksi elektronik (electronic commerce) secara tekhnis berbeda karena kemajuan tekhnologi informatika sehingga perlu diatur mengenai standarisasi tekhnis yang secara hokum mempunyai kekuatan legalitas yang sama dengan model perjanjian konvensional, baik dalam bentuk tulisan maupun tanda tangan. Untuk sementara adanya tekhnologi tanda tangan digital (digital signature) yang merupakan procedur standart teknis dapat menjamin legalitas perjanjian perdagangan dalam transaksi elektronik (electronic commerce ).

DAFTAR PUSTAKA

Arrianto Mukti Wibowo, Tanda tangan digital & sertifikat digital: Apa itu? 1998 Artikel Infokomputer edisi Internet Juni 1998

Budi Sutedjo S., Internet lahirkan cara dagang secara electronik, bulletin jendela informatika, vol 1, no. 2, edisi desember 1999

http://www.jus.uio.no/lm/un.electronic.commerce.model.law.1996/

Richard hill and Ian Walden The Draft UNCTRAL Model Law for Electronic Commerce ; isues andsolutions, terjem. Oleh M. fajar dipublikasikan maret 1996, hal 1 lihat

>http// : www.Banet.com/_ricard hill

PENGANTAR MAKRO - PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perdagangan Internasional (PI), berarti bagaimana tentang impor dan ekspor suatu antar Negara yang akan menyangkut kepada Ekonomi Internasional. Ekonomi internasional mempelajari tentang hubungan ekonomi antara sesuatu Negara dengan Negara lain. Hubungan ekonomi tersebut dapat berbentuk hubungan pertukaran output, pertukaran sarana prosuksi dan hubungan hutang piutang. Hubungan ekonomi tersebut satu sama lain erat hubungannya akan tetapi akibat yang ditimbulkan berbeda. Oleh sebab itu ketiga hubungan itu perlu dibedakan.

Perdagangan dalam suatu ilmu ekonomi diartikan sebagai pertukaran yang dilakukan secara sukarela. Dan perdagangan yang dimaksud adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu Negara dengan penduduk Negara lain. Negara-negara melakukan perdagangan karena mendapat manfaat dari perdagangan ( gain from trade).

Dalam hal ini dapat kita prediksi bahwa, ekspor dan impor adalah salah satu penyumbang devisa Negara yang terbesar. Oleh karena itu, selayaknya sebagian dari para generasi penerus mengetahui tentang seluk beluk dalam Perdagangan Internasional ini

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam pembahasan Perdagangan Internasional kali ini, saya akan membahas tentang:

1. Mengetahui Kebijakan Perdagangan Internasional

2. Memaparkan Neraca Pembayaran Internasional

3. Kurs dan padsar Valuta asing dalam melayani masyarakat

4. Lembaga-lembaga moneter Internasional yang mengatur perdagangan nasional

BAB II

PEMBAHASAN

A. KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perdagangan internasional. Tujuan dari kebijaksanaan ekonomi internasional dapat digolongkan menjadi:

  1. economic welfare,

konvensional menyatakan GDP atau GNP riil dapat dijadikan sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi (measure of economic welfare) atau kesejahteraan pada suatu negara. Pada waktu GNP naik, maka diasumsikan bahwa rakyat secara materi bertambah baik posisinya dan demikian pula sebaliknya, tentunya setelah dibagi dengan jumlah penduduk (GNP per kapita).

  1. proteksi,
  2. keseimbangan neraca pembayaran ekonomi internasional atau tujuan pembayaran

Tarif dan quota digolongkan terhadap jenis rintangan dalam Perdagangan Internasional. Tarif dapat mempengaruhi perekonomian suatu Negara. Akibat naiknya harga karena adanya tarif, jumlah barang impor yang diminta di dalam negeri akan berkurang dan produksi di dalam negeri akan meningkat. Pemerintah akan memperoleh pendapatan dengan diadakannya tarif dan produsen lokal memperoleh tambahan pendapatan.

B. NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL

Neraca pembayaran Internasional merupakan laporan keuangan tentang nilai transaksi ekonomi suatu negara dengan negara lain dalam bentuk ekspor impor dan aliran keluar masuk dana dalam bentuk ikhtisar yang tersusun secara sistematis selama jangka waktu tertentu.

Transaksi yang menimbulkan hak suatu negara untuk menerima pembayaran dari penduduk negara lain dicatat pada sisi kredit dan transaksi yang mengakibatkan timbulnya kewajiban untuk pembayaran kepada Negara lain dicatat di dalam sisi debet.

Balance of payment (Bop) atau neraca pembayaran (N/P) mencatat semua tansaksisebuah negara dengan negara lain, yang meliputi transaksi internasional sebuah negara padasuatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Bop memiliki dua komponen utama, yaitu :

1. Current account (neraca berjalan), terdiri dari transaksi impor dan ekspor barang dan jasa. Pada current account, ekspor dicatat sebagai kredit karena menghasilkan devisa baginegara. Sedangkan impor dicatat sebagai debit karenamenghilangkan”/mengeluarkandevisa dari negara. Selain ekspor dan impor, transaksi lain yang termasuk dalam current account adalah pembayaran faktor (factor payment) dan unilateral transfers.

2. Financial account (dulunya disebut capital account), yang mencatat transaksi aset finansial, transfer pembayaran, piutang maupun utang internasional. Ini mencakup pencatatan akanFDI (foreign direct investment atau Penanaman Modal Asing/PMA), pembayaran dividen, cicilan hutang, bunga atau utang, pembelian surat berharga, saham, dan lain sebagainya. Financial account mengukur devisa masuk dan keluar seperti pada current account, dimanatransaksi yang menghasilkan devisa dicatat sebagai kredit (capital inflow). Sebaliknya, transaksi yang mengakibatkan devisa keluar dari suatu negara dicatat sebagai debit (capital outflow).

Contoh transaksi yang menghasilkan devisa (kredit) pada financial account adalah : hutang luar negeri, FDI, pembelian saham maupun obligasi dalam negeri oleh investor asing, dls. Semua transaksi ini mendatangkan devisa bagi negara. Misalnya transaksi berlangsung antaraAmerika, maka cadangan dolar (devisa) Indonesia akan bertambah akibatnya adanyatransaksi-transaksi diatas. Indonesia-

Sedangkan contoh transaksi yang mengurangi devisa (debit) pada financial account adalah : pembayaran cicilan hutang luar negeri, pembayaran bunga dari hutang luar negeri, pembayaran dividen atas saham dalam negeri yang dimiliki investor asing, pembayaran bungadan hutang obligasi yang jatuh tempo, pengiriman laba dari FDI atau investasi asing yang ditanamkan di dalam negeri, dls. Semua transaksi ini mengurangi devisa suatu negara.

C. KURS DAN PASAR VALUTA ASING

Kurs valuta asing didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing.

Pasar valuta asing merupakan jaringan kerja dari perbankan dan lembaga keuangan untuk membeli (permintaan) dan menjual (penawaran) valuta asing dalam rangka melayani masyarakat.

Rugi-laba selisih kurs penjabaran pada dasarnya merupakan holding gains atau losses. Rugi-laba selisih kurs merupakan hasil dari proses penjabaran, bukan merupakan suatu transaksi. Dengan kata lain hanya merupakan hasil dari penyesuaian karena adanya perubahan kurs antara tanggal pencatatan transaksi sampai dengan tanggal neraca. Di samping itu, rugi-laba selisih kurs penjabaran tersebut belumlah terealisasi (unrealized income). Oleh karena itu, bukan merupakan komponen comprehensive income. Pengakuannya ke dalam income adalah pada saat rugi-laba selisih kurs tersebut terealisasi.

Pengakuan yang tepat untuk rugi-laba selisih kurs penjabaran valuta asing adalah sebagai capital maintenance adjustment. Sehubungan dengan itu, rugi-laba selisih kurs tersebut tidak dilaporkan dalam penentuan net income, tetapi diakumulasi sebagai komponen yang terpisah dalam modal. Pengakuan ini didasari oleh konsep physical maintenance, bahwa kenaikan atau penurunan kurs yang terjadi antara tanggal pencatatan transaksi sampai dengan tanggal neraca tidak menambah atau mengurangi nilai fisik aktiva atau utang yang dinyatakan dalam valuta asing. Dengan demikian, kenaikan atau penurunan kurs tersebut tidak boleh diakui sebagai komponen income.

D. LEMBAGA DAN SISTEM MONETER INTERNASIONAL

Konferensi Dunia tentang Moneter dan Keuangan Internasional pada bulan Juli 1944 di Bretton Woods, Hampshire USA, membentuk dua lembaga yang mengatur sistem moneter internasional yaitu International Monetary and Financial (IMF) dan World Bank. Sistem moneter international merupakan suatu sistem yang diselenggarakan melalui dua lembaga keuangan internasional tersebut dengan tujuan untuk mengatur lalu lintas keuangan yang digunakan untuk mengembangkan perdagangan internasional.

Sistem moneter internasional adalah satu perangkat kebijakan, institusi, praktisi, regulasi, mekanisme, yang menentukan tingkat dimana mata uang satu ditukarkan dengan mata uang lain.

Ide globalisasi membuat banyak orang berpikir bahwa pembangunan, distribusi kekayaan dunia dan keadilan akan terwujud. Pasalnya, globalisasi ini didukung dengan keberadaan sejumlah instansi internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Di pihak lain, para pakar menilai pelaksanaan kebijakan ekonomi dalam skala global malah akan dihadapkan pada kendala serius, khususnya bagi negara-negara yang sedang berkembang. Keterpurukan sistem produksi, perbankan, pendidikan dan kesehatan di negara-negara berkembang disebut-sebut sebagai dampak dari kebijakan sejumlah instansi internasional seperti IMF.

Pasca Perang Dunia II, IMF dan Bank Dunia didirikan dengan tujuan membantu sejumlah negara Eropa dan Jepang yang rusak berat akibat perang. Pada awal tahun 60-an, ekonomi sejumlah negara Eropa dan Jepang mengalami perkembangan pesat, sehingga negara-negara tersebut tidak lagi membutuhkan instansi tersebut. Setelah itu, negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin menggantikan posisi negara-negara Eropa dan Jepang dalam menerima bantuan dari IMF dan Bank Dunia. Propaganda besar-besaran pun dilakukan oleh IMF, Bank Dunia dan WTO yang didirikan pada tahun 1995, dengan slogan membantu pembangunan negara-negara di dunia. Namun, slogan tersebut bertentangan dengan fakta yang sebenarnya. Saat ini, kinerja instansi-intansi tersebut justeru menjadi penyebab terpuruknya ekonomi di Asia.

Pada umumnya, negara-negara berkembang membangun ekonomi dengan cara meminjam uang dari Bank Dunia. Namun ketidakmampuan untuk membayar hutang, bahkan untuk menutupi bunganya, membuat negara-negara tersebut terpaksa mengajukan pinjaman ke IMF. Sebagaimana yang sudah diketahui, Bank Dunia dan IMF mempunyai peran yang saling menopang. Berdasarkan ketentuan yang ada, sebuah negara dapat memperoleh pinjaman dana dari Bank Dunia dengan syarat telah menjadi anggota IMF. Untuk menggelontorkan dana pinjaman, IMF mensyaratkan agar negara peminjam menerapkan sejumlah agenda ekonomi yang dikenal dengan istilah penyesuaian struktur perekonomian.

Kebijakan tersebut sengaja diterapkan untuk menekan peran negara yang bersangkutan dalam mengatur ekonominya. Negara-negara tersebut dapat memproleh pinjaman dengan syarat tidak membatasi komoditi impor, memberikan keringanan pajak bagi investor asing yang umumnya perusahaan multinasional, menekan upah dan tak mendukung industri dalam negeri. Selain hal itu, mereka terpaksa menerapkan juga kebijakan privatisasi dan memperbolehkan sumber-sumber alam dieksplorasi oleh swasta. Menutup bantuan subsidi di bidang kesehatan, pendidikan dan transportasi adalah di antara syarat lainnya yang diterapkan IMF untuk negara-negara peminjam.

Terkait hal ini, seorang ekonom asal Swiss, Mariannne Hochuli ketika berbicara soal aturan WTO mengenai privatisasi, mengatakan, "Di Chili, seluruh rumah sakit pemerintah mengalami krisis serius karena tak dapat bersaing dengan rumah sakit swasta. Untuk itu, hanya orang-orang kaya yang dapat menggunakan fasilitas mahal tersebut. Sedangkan mayoritas masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan terpaksa menggunakan fasilitas rumah sakit pemerintah yang sudah usang dan tak terawat. Pada tahun 1995 di Harare, ibukota Zimbabwe, anggaran asuransi dan kesehatan dipangkas hingga tiga kali lipat. Akibatnya, prosentase kematian perempuan yang melahirkan meningkat dua kali lipat dalam kurun dua tahun."

Penulis asal AS, Michael Parenti, ketika ditanya soal peran investor perusahaan multinasional dan program bantuan instansi-instansi internasional yang malah membuat sejumlah negara terpuruk, mengatakan, "Dalam setengah abad terakhir ini, sejumlah industri dan bank Barat melakukan investasi besar-besaran di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin. Mereka setiap minggu mengeruk keuntungan besar dengan mengeksplorasi sumber-sumber alam tanpa terikat dengan aturan lingkungan hidup, dan menekan upah buruh."

Meski investor asing mengeruk sumber alam habis-habisan, namun negara-negara berkembang tetap dililit hutang dan dirundung kemiskinan. Dengan berbagai cara, perusahaan asing berupaya memonopoli pasar negara-negara tersebut. Sebagai contoh, para produsen AS yang didukung pemerintahan setempat dapat menjual hasil pertaniannya ke berbagai negara dengan harga yang sangat rendah. Sedangkan di negara-negara yang sedang berkembang, para petani tak mendapat dukungan dari pemerintah, bahkan tidak memperoleh fasilitas dan alat pertanian yang memadai. Dalam kondisi demikian, mereka tak dapat masuk ke dalam persaingan.

Pada tahun 1990 an, pemerintah India mengambil kebijakan ekonomi yang keliru dengan menerima pinjaman dari Bank Dunia dan IMF. Langkah ini menyebabkan para petani negara tersebut dilanda kerugian yang tak sedikit. Terlebih, 70 persen para petani dan buruh India tak mempunyai lahan dan tanah. Berdasarkan data yang ada, jumlah petani dan buruh di negara tersebut mencapai sekitar 400 juta orang. Ini bukanlah jumlah yang sedikit. IMF yang memangkas bantuan pupuk menyebabkan biaya keperluan pertanian melonjak. Dengan demikian, para petani di negara ini menderita kerugian besar.

Christopher Kuck, dalam bukunya menulis soal intervensi sejumlah negara yang didukung oleh instansi-instansi internasional seperti IMF dengan sudut pandang lain. Dalam bukunya, Kuck mengatakan, "Mengkhususkan lahan subur untuk menanam komoditi ekspor membuat lahan untuk tanaman lokal kian menyempit. Selain itu, hal tersebut menyebabkan kian meningkatnya kemiskinan dan kelaparan di kawasan yang dieksplorasi."

Fenomena ini mendorong warga meninggalkan lahan mereka dan melakukan urbanisasi ke kota. Dengan demikian, populasi di kota-kota besar kian membludak. Pada saat yang sama, mereka harus menyambung kehidupan, meski dengan upah yang rendah. Sebagai contoh, buruh berupah rendah di Haiti yang bekerja untuk perusahaan-perusahaan asing di negara tersebut, Mereka hanya digaji dengan upah 11 sen per jam."

Terkait hal ini, Michael Parenti mengatakan, "Meski demikian profit yang dikeruk oleh perusahaan-perusahaan raksasa tersebut berasal dari pembayaran gaji minim kepada para pegawainya. Namun pada saat yang sama, hal itu tidak menekan harga produk-produknya. Aktivitas perusahaan multinasional tersebut telah menembus batas-batas demi mengeruk keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Pada tahun 1990 anak-anak Indonesia yang dalam sehari bekerja selama 12 jam untuk memproduksi sepatu bermerek AS, mereka hanya diupahi 12 sen perjam. Padahal setiap pasang sepatu tersebut dijual di AS dengan harga 100 dolar lebih."



BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perdagangan Internasional adalah suatu proes tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela yang dilakukan antara Negara yang satu dan Negara yang lain melalui ekspor-impor. Penduduk sutau Negara melakukan perdagangan dengan penduduk Negara lain didorong adanya motif berdagang. Motif tersebut, yaitu adanya manfaat/keuntungan tambahan yang diperoleh dari perdagangan, yang dikenal dengan istilah “gains from trade”.

Tarif dan quota digolongkan terhadap jenis rintangan dalam Perdagangan Internasional. Tarif dapat mempengaruhi perekonomian suatu Negara. Akibat naiknya harga karena adanya tarif, jumlah barang impor yang diminta di dalam negeri akan berkurang dan produksi di dalam negeri akan meningkat. Pemerintah akan memperoleh pendapatan dengan diadakannya tarif dan produsen lokal memperoleh tambahan pendapatan.

Pengakuan yang tepat untuk rugi-laba selisih kurs penjabaran valuta asing adalah sebagai capital maintenance adjustment. Sehubungan dengan itu, rugi-laba selisih kurs tersebut tidak dilaporkan dalam penentuan net income, tetapi diakumulasi sebagai komponen yang terpisah dalam modal.

Keterpurukan sistem produksi, perbankan, pendidikan dan kesehatan di negara-negara berkembang disebut-sebut sebagai dampak dari kebijakan sejumlah instansi internasional seperti IMF.

B. SARAN

Kita telah banyak membantu Negara lain dengan meningkatkan pendapatan Negara lain, mendistribusikan barang/jasa mereka masuk ke dalam negar kita, menyebarluaskan teknologi mereka. Banyak manfaat yang dapat dari perdagangan internasional ini buat kita, tapi banyak kerugian yang kita peroleh. Dan ini tidak seimbang. Di saat Negara ini sedang carut marut, apakah mereka akan memabntu kita? Yah mereka akan membantu kita dengan perjanjian profit motive. Dengan kucuran bantuan alias mereka memberi hutang. Jika kita tidak bisa bayar, mengingat perjanjian di atas kertas maka pembayrannya pun bisa dengan harta alam yang dimiliki bangsa ini. Atau kemungkinan bisa menjual salah satu pulau yang banyak bahan mentahnya. Kita memang sasaran empuk, dan kita sadar hanya tidak bisa berbuat apa-apa.

Dengan adanya perdagangan internasioanl, yang miskin semakinmiskin dan yang kaya semakin kaya. Karena siapa yang bermodal besar akan berkuasa. Akankah bngsa kita miskin atau kaya? Itu tergantung pada kita yang memanfaatkan semuanya dan tidak hanya memnafaatkan saja, tetapi menjaga dan melestarikan.

Di sekian puluh ribu juta kepala punya pendapat beda tentang Negara ini. Tapi, akankha bisa bersatu untuk memperbaikinya tanpa perlu bedebat panjang??

Saya tidak ingin memperdebatkan tentang Israel-Palstina, atau Amerika,Inggirs dan bangsa-bangsa yang lain. Tapi saya ingin bicara tentang bangsa ini yang rela menjual ibu pertiwi kepada bangsa lain. Inti penyelesaian masalah bukan pada saling menuding, menyalahkan atau membuka aib pada orang atau bangsa lain tapi tindakan yang mengarah pada perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ekonomi MAKRO oleh ASFIA MURNI, S.E., M.Pd. PT. Refika Aditama 2006 , 254 Halaman 979-1073-04-x

http://yasinta.wordpress.com/2008/07/22/neraca-pembayaran-internasional-balance-of-payment/

http://id.shvoong.com/writers/papapfarras

http://arum7p.multiply.com/journal/item/54/PERDAGANGAN_INTERNASIONAL_DAN_KEMISKINAN